Isu Kemiskinan di DKI Jakarta Indonesia
Ringkasan Kes
Kemiskinan adalah salah satu masalah mendasar yang menjadi perhatian pemerintah di negara mana pun. Di hampir semua negara berkembang, standar hidup sebagian besar penduduknya cenderung sangat rendah dibandingkan dengan standar hidup masyarakat di negara-negara kaya dan elitnya sendiri, yang diwujudkan dalam bentuk pendapatan dan kemiskinan (Todaro, 2004).
Indikator utama keberhasilan pembangunan nasional adalah laju penurunan jumlah penduduk miskin. Efektivitas dalam menurunkan jumlah penduduk miskin merupakan pertumbuhan utama dalam memilih strategi atau instrument pembangunan. Hal ini berarti salah satu titik berat atau sektor andalan pembangunan nasional adalah efektivitas dalam penurunan jumlah penduduk miskin. (Panjtar Simatupang dan Saktyanu K, 2003). Apabila negara tersebut mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat signifikan dengan diikuti penurunan angka kemiskinan, maka bisa dikatakan berhasil dalam membangun negara secara sejahtera.
Punca
Isu Kemiskinan di Pedesaan Jakarta harus dipandang sebagai masalah serius. Banyak orang Indonesia yang berjuang untuk memenuhi kebutuhannya hidupnya.
Ukuran kemiskinan menurut Nurkse dalam Mudrajad Kuncor (1997) secara sederhana dan yang umum digunakan dapat digunakan menjadi tiga, yaitu :
1. Kemiskinan Absolut
Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk menentukan kebutuhan dasar hidupnya. Konsep ini dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapat minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian, dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup.
2. Kemiskinan Relatif
Seseorang termasuk golongan miskin relatif apabila telah dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat sekitarnya. Berdasarkan konsep ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan bila tingkat hidup masyarakat berubah sehingga konsep kemiskinan ini bersifat dinamis atau akan selalu ada.
3. Kemiskina Kultural
Seseorang termasuk golongan miskin kultural apabila sikap orang atau sekelompok masyarakat tersebut tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya atau dengan kata lain seseorang tersebut miskin karena sikapnya sendiri yaitu pemalas dan tidak mau memperbaiki kondisinya.
Sharp,et.al (dikutip dari kuncoro, 1997) penyebab kemiskinan ada tiga macam , yaitu:
- Secara misikro, kemiskinan muncul karena adayanya kedtidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah.
- Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas seumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya dskriminasi atau karena keturunan.
- Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Pengukuran kemiskinan dengan standar Bank dunia didasarkan pada ukuran pendapatan(ukuran finansial), dimana batas kemiskinan dihitung dari besarnya minimum makanan dan bukan makanan. Sesorang yang memiliki pendapatan kurang $1 per hari masuk pada kategori miskin (criswardani,2005) dalam Aggraini,2012).
Sumber Badan Pusat Statistik DKI Jakarta
Rujukan: https://jakarta.bps.go.id/indicator/23/645/1/garis-kemiskinan-jumlah-dan-persentase-penduduk-miskin-di-daerah-menurut-kabupaten-kota-di-provinsi-dki-jakarta.html
Masalah
Masalah kemiskinan mempunyai hubungan yang erat dengan pengangguran. Dalam berbagai diskusi, seminar maupun hasil penelitian ditemukan hubungan atau pengaruh yang kuat antara pengangguran dengan kemiskinan, sebab salah satu variabel penyebab kemiskinan adalah pengangguran.
Apabila dikaitkan dengan pengangguran, maka secara umum ada tiga sebab utama kemiskinan. Pertama, kemiskinan alamiah, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alami seseorang; misalnya cacat mental atau fisik, usia lanjut sehingga tidak mampu bekerja, dan lain-lain. Kedua, kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM akibat kultur masyarakat tertentu, hal ini biasanya terjadi disebabkan karena adanya kesalahan pada subjeknya; misalnya rasa malas, tidak produktif, bergantung pada harta warisan, dan lain-lain. Ketiga, kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kesalahan sistem yang digunakan negara dalam mengatur urusan rakyat. Hal ini biasanya terjadi disebabkan oleh kebijakan pemerintah. Sistem sosial dan politik yang dibangun oleh negara ternyata merupakan suatu sistem yang secara sistematis membuat sebagian masyarakat kita menjadi tidak berdaya yang secara tidak langsung menyebabkan seseorang menjadi miskin.
Dari tiga sebab utama tersebut, yang paling besar pengaruhnya adalah kemiskinan stuktural. Sebab, dampak kemiskinan yang ditimbulkan bisa sangat luas dalam masyarakat. Kemiskinan jenis inilah yang menggejala di berbagai negara dewasa ini. Tidak hanya di negara-negara sedang berkembang, tetapi juga di negara-negara maju. Beberapa bentuk kebijakan yang berdampak pada kemiskinan adalah (1) Rendahnya taraf pendidikan. Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan menyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki. Taraf pendidikan yang rendah juga membatasi kemampuan untuk mencari dan memanfaatkan peluang; (2) Rendahnya derajat kesehatan. Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya fikir dan prakarsa; (3) Terbatasnya lapangan kerja. Keadaan kemiskinan karena kondisi pendidikan dan kesehatan diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan, dan (4) Kondisi keterisolasian. Banyak penduduk miskin, secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan tersolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya. Rumah tangga miskin pada umumnya berpendidikan rendah karena berpendidikan rendah, maka produktivitasnyapun rendah, sehingga imbalan yang diterima tidak cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum antara lain kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan, yang diperlukan untuk dapat hidup dan bekerja. Begitupun dengan rumah tangga miskin, pada umumnya mereka memiliki tingkat kesehatan yang rendah sehingga mereka sering sakit-sakitan dalam bekerja memenuhi kebutuhan hidupnya. Akibatnya rumah tangga miskin akan menghasilkan keluarga-keluarga miskin pada generasi berikutnya. Keterisolasian dan keterbatasan lapangan kerja juga menghambat pengembangan kegiatan sosial ekonomi dan membatasi peran serta penduduk miskin dalam kegiatan pembangunan. Keluarga yang jatuh pada perangkap kemiskinan seringkali tidak bisa ikut menikmati hasil pembangunan dan justru menjadi korban pembangunan, rapuh, sulit mengalami peningkatan kualitas kehidupan dan bahkan mengalami penurunan kualitas kehidupan. Dalam istilah Robert Chamber dalam Sriharini disebut sebagai deprivation trap atau perangkap kemiskinan. Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam perangkap kemiskinan adalah kerentanan, kelemahan jasmani, ketidakberdayaan dan isolasi. Sehingga kemiskinan merupakan persoalan yang multidimensional yang tidak saja melibatkan faktor ekonomi semata, tapi juga sosial, budaya dan politik.
Cadangan penyelesaian
Program penangan kemiskinan disesuaikan dengan target yang akan diberikan bantuan, seperti BPNT, PKH dan Rastra diberikan kepada rumah tangga dan penerimanya disebut sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Program penanganan kemiskinan yang diberikan kepada setiap orang dengan program-program tertentu misalnya program KLJ (Kartu Lansia Jakarta) yang diberikan kepada lansia dan kartu disabilitas yang diberikan kepada penyandang disabilitas. Kartu tersebut diberikan kepada setiap individu yang memenuhi syarat tertentu sehingga layak mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa bantuan uang tunai maupun non tunai (program pangan murah). Selain itu ada Program MDGs yang menargetkan bagi 191 negara anggota PBB di akhir tahun 2015 bisa mengurangi jumlah warga miskinnya menjadi setengah dari pada jumlah di tahun 2000 (Tambunan, 2016).
Upaya lain yang bisa dilakukan:
- Mengelola sumber daya alam yang ada di Indonesia dengan sebaik mungkin.
- Meningkatkan kualitas mutu Sumber Daya Manusianya.
- Membuka peluang investasi.
- Meningkatkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
- Memajukan pariwisata serta keadaan sosial dan budaya.
- Memperlebar dan menambah jumlah pengusaha, baik pengusaha kecil maupun besar.
- Membeli segala produk asli dalam negeri.
- Mengurangi Impor dan memperbanyak ekspor.
- Memperbaiki infrastruktur sebagai sarana penghubung perekonomian.
- Mendirikan Balai Latihan Kerja untuk masyarakat.
Rujukan
ANSORI, M. D. SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs) DAN FAKTOR–FAKTOR KEMISKINAN DI INDONESIA.
Swaramarinda, D. R. (2014). Analisis dampak pengangguran terhadap kemiskinan di DKI Jakarta. Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 2(2), 63-70.
Setiyawati, A., & Hamzah, A. (2007). Analisis Pengaruh PAD, DAU, DAK, dan Belanja Pembangunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, dan Pengangguran: Pendekatan Analisis Jalur. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 4(2), 211-228.
Harlik, H., Amir, A., & Hardiani, H. (2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan dan pengangguran di Kota Jambi. Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah, 1(2), 109-120.
Hadinoto, S., & Retnadi, D. (2007). Micro credit challenge: Cara efektif mengatasi kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Elex Media Komputindo.
NAMA PELAJAR: INDRIANA
NO. MATRIKS: D20212101347
KUMPULAN KULIAH: A
TAJUK: ISU KEMISKINAN DI DKI JAKARTA INDONESIA
No comments:
Post a Comment