Friday, August 12, 2022

Task individu

Nama : Rahmi
No matriks : D20212101343

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Maaf dr saya terlambat nak hantar tugas ni karena awalnya saya sudah hantar dokter ternyata gagal  dr 🙏.

Task individu

Nama : Rahmi
No matriks : D20212101343

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Maaf dr saya terlambat nak hantar tugas ni karena awalnya saya sudah hantar dokter ternyata gagal dr 🙏.

Tuesday, August 9, 2022

TAJUK: ISU KEMISKINAN DI DKI JAKARTA INDONESIA

Isu Kemiskinan di DKI Jakarta Indonesia 

 

Ringkasan Kes 

Kemiskinan adalah salah satu masalah mendasar yang menjadi  perhatian pemerintah di negara mana pun. Di hampir semua negara berkembang, standar hidup  sebagian besar penduduknya cenderung sangat rendah dibandingkan dengan standar hidup masyarakat di negara-negara kaya dan elitnya sendiri, yang diwujudkan dalam bentuk  pendapatan dan kemiskinan (Todaro, 2004). 

Indikator utama keberhasilan pembangunan nasional adalah laju penurunan jumlah penduduk miskin. Efektivitas dalam menurunkan jumlah penduduk miskin merupakan pertumbuhan utama dalam memilih strategi atau instrument pembangunan. Hal ini berarti salah satu titik berat atau sektor andalan pembangunan nasional adalah efektivitas dalam penurunan jumlah penduduk miskin. (Panjtar Simatupang dan Saktyanu K, 2003). Apabila negara tersebut mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat signifikan dengan diikuti penurunan angka kemiskinan, maka bisa dikatakan berhasil dalam membangun negara secara sejahtera. 

 

Punca 

Isu Kemiskinan di Pedesaan Jakarta harus dipandang sebagai masalah serius. Banyak orang Indonesia yang berjuang untuk memenuhi kebutuhannya hidupnya.  

Ukuran kemiskinan menurut Nurkse dalam Mudrajad Kuncor (1997) secara sederhana dan yang umum digunakan dapat digunakan menjadi tiga, yaitu : 

1.     Kemiskinan Absolut 

Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk menentukan kebutuhan dasar hidupnya. Konsep ini dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapat minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian, dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup. 

2.     Kemiskinan Relatif 
Seseorang termasuk golongan miskin relatif apabila telah dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat sekitarnya. Berdasarkan konsep ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan bila tingkat hidup masyarakat berubah sehingga konsep kemiskinan ini bersifat dinamis atau akan selalu ada. 

3.     Kemiskina Kultural 

Seseorang termasuk golongan miskin kultural apabila sikap orang atau sekelompok masyarakat tersebut tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya atau dengan kata lain seseorang tersebut miskin karena sikapnya sendiri yaitu pemalas dan tidak mau memperbaiki kondisinya. 

Sharp,et.al (dikutip dari kuncoro, 1997) penyebab kemiskinan ada tiga macam , yaitu: 

  1. Secara misikro, kemiskinan muncul karena adayanya kedtidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. 
  2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas seumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya dskriminasi atau karena keturunan. 
  3. Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Pengukuran kemiskinan dengan standar Bank dunia didasarkan pada ukuran pendapatan(ukuran finansial), dimana batas kemiskinan dihitung dari besarnya minimum makanan dan bukan makanan. Sesorang yang memiliki pendapatan kurang $1 per hari masuk pada kategori miskin (criswardani,2005) dalam Aggraini,2012). 

 

Sumber Badan Pusat Statistik DKI Jakarta 

Rujukan: https://jakarta.bps.go.id/indicator/23/645/1/garis-kemiskinan-jumlah-dan-persentase-penduduk-miskin-di-daerah-menurut-kabupaten-kota-di-provinsi-dki-jakarta.html 

 

 

Masalah 

Masalah kemiskinan mempunyai hubungan yang erat dengan pengangguran. Dalam berbagai diskusi, seminar maupun hasil penelitian ditemukan hubungan atau pengaruh yang kuat antara pengangguran dengan kemiskinan, sebab salah satu variabel penyebab kemiskinan adalah pengangguran. 

Apabila dikaitkan dengan pengangguran, maka secara umum ada tiga sebab utama kemiskinan. Pertama, kemiskinan alamiah, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alami seseorang; misalnya cacat mental atau fisik, usia lanjut sehingga tidak mampu bekerja, dan lain-lain. Kedua, kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM akibat kultur masyarakat tertentu, hal ini biasanya terjadi disebabkan karena adanya kesalahan pada subjeknya; misalnya rasa malas, tidak produktif, bergantung pada harta warisan, dan lain-lain. Ketiga, kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kesalahan sistem yang digunakan negara dalam mengatur urusan rakyat. Hal ini biasanya terjadi disebabkan oleh kebijakan pemerintah. Sistem sosial dan politik yang dibangun oleh negara ternyata merupakan suatu sistem yang secara sistematis membuat sebagian masyarakat kita menjadi tidak berdaya yang secara tidak langsung menyebabkan seseorang menjadi miskin. 

Dari tiga sebab utama tersebut, yang paling besar pengaruhnya adalah kemiskinan stuktural. Sebab, dampak kemiskinan yang ditimbulkan bisa sangat luas dalam masyarakat. Kemiskinan jenis inilah yang menggejala di berbagai negara dewasa ini. Tidak hanya di negara-negara sedang berkembang, tetapi juga di negara-negara maju. Beberapa bentuk kebijakan yang berdampak pada kemiskinan adalah (1) Rendahnya taraf pendidikan. Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan menyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki. Taraf pendidikan yang rendah juga membatasi kemampuan untuk mencari dan memanfaatkan peluang; (2) Rendahnya derajat kesehatan. Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya fikir dan prakarsa; (3) Terbatasnya lapangan kerja. Keadaan kemiskinan karena kondisi pendidikan dan kesehatan diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan, dan (4) Kondisi keterisolasian. Banyak penduduk miskin, secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan tersolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya. Rumah tangga miskin pada umumnya berpendidikan rendah karena berpendidikan rendah, maka produktivitasnyapun rendah, sehingga imbalan yang diterima tidak cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum antara lain kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan, yang diperlukan untuk dapat hidup dan bekerja. Begitupun dengan rumah tangga miskin, pada umumnya mereka memiliki tingkat kesehatan yang rendah sehingga mereka sering sakit-sakitan dalam bekerja memenuhi kebutuhan hidupnya. Akibatnya rumah tangga miskin akan menghasilkan keluarga-keluarga miskin pada generasi berikutnya. Keterisolasian dan keterbatasan lapangan kerja juga menghambat pengembangan kegiatan sosial ekonomi dan membatasi peran serta penduduk miskin dalam kegiatan pembangunan. Keluarga yang jatuh pada perangkap kemiskinan seringkali tidak bisa ikut menikmati hasil pembangunan dan justru menjadi korban pembangunan, rapuh, sulit mengalami peningkatan kualitas kehidupan dan bahkan mengalami penurunan kualitas kehidupan. Dalam istilah Robert Chamber dalam Sriharini disebut sebagai deprivation trap atau perangkap kemiskinan. Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam perangkap kemiskinan adalah kerentanan, kelemahan jasmani, ketidakberdayaan dan isolasi. Sehingga kemiskinan merupakan persoalan yang multidimensional yang tidak saja melibatkan faktor ekonomi semata, tapi juga sosial, budaya dan politik. 

 

Cadangan penyelesaian 

Program penangan kemiskinan disesuaikan dengan target yang akan diberikan bantuan, seperti BPNT, PKH dan Rastra diberikan kepada rumah tangga dan penerimanya disebut sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM). 

Program penanganan kemiskinan yang diberikan kepada setiap orang dengan program-program tertentu misalnya program KLJ (Kartu Lansia Jakarta) yang diberikan kepada lansia dan kartu disabilitas yang diberikan kepada penyandang disabilitas. Kartu tersebut diberikan kepada setiap individu yang memenuhi syarat tertentu sehingga layak mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa bantuan uang tunai maupun non tunai (program pangan murah). Selain itu ada Program MDGs yang menargetkan bagi 191 negara anggota PBB di akhir tahun 2015 bisa mengurangi jumlah warga miskinnya menjadi setengah dari pada jumlah di tahun 2000 (Tambunan, 2016). 

Upaya lain yang bisa dilakukan: 

  1. Mengelola sumber daya alam yang ada di Indonesia dengan sebaik mungkin. 
  2. Meningkatkan kualitas mutu Sumber Daya Manusianya. 
  3. Membuka peluang investasi. 
  4. Meningkatkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 
  5. Memajukan pariwisata serta keadaan sosial dan budaya. 
  6. Memperlebar dan menambah jumlah pengusaha, baik pengusaha kecil maupun besar. 
  7. Membeli segala produk asli dalam negeri. 
  8. Mengurangi Impor dan memperbanyak ekspor. 
  9. Memperbaiki infrastruktur sebagai sarana penghubung perekonomian. 
  10. Mendirikan Balai Latihan Kerja untuk masyarakat. 

Rujukan 

ANSORI, M. D. SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs) DAN FAKTOR–FAKTOR KEMISKINAN DI INDONESIA. 

Swaramarinda, D. R. (2014). Analisis dampak pengangguran terhadap kemiskinan di DKI Jakarta. Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis (JPEB)2(2), 63-70. 

Setiyawati, A., & Hamzah, A. (2007). Analisis Pengaruh PAD, DAU, DAK, dan Belanja Pembangunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, dan Pengangguran: Pendekatan Analisis Jalur. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia4(2), 211-228. 

Harlik, H., Amir, A., & Hardiani, H. (2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan dan pengangguran di Kota Jambi. Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah1(2), 109-120. 

Hadinoto, S., & Retnadi, D. (2007). Micro credit challenge: Cara efektif mengatasi kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Elex Media Komputindo. 

 

 

NAMA PELAJAR: INDRIANA 

NO. MATRIKS: D20212101347 

KUMPULAN KULIAH: A 

TAJUK: ISU KEMISKINAN DI DKI JAKARTA INDONESIA 

 

 


Monday, August 8, 2022

DINAMIK PENDUDUK DI IBU KOTA JAKARTA

Ahmad Nafrio

D20212101342

Ringkasan kes

Kajian Dinamik Penduduk di Ibu Kota Jakarta ini adalah untuk menjelaskan Pembangunan Kuantiti, Kualiti dan Kebajikan Penduduk di Wilayah DKI Jakarta dengan pendekatan Deskriptif dari pelbagai sudut pandangan demografi modal, baik dari segi pencapaian Indeks Pembangunan Manusia dan kebajikan pembangunan untuk kualiti hidup yang baik. Kaedah yang digunakan adalah penyelidikan perpustakaan dan analisis dokumentari. Hasilnya dapat diuraikan bahawa pembangunan penduduk Ibu Kota agak tinggi daripada purata nasional. Walau bagaimanapun, peningkatan kualiti hidup penduduk jakarta masih tidak seperti yang diharapkan.

Batang dan Masalah

1.   Kawasan Pentadbiran, Pertumbuhan, Pengedaran dan Komposisi Penduduk di DKI Jakarta

Bilangan kawasan pentadbiran di DKI juga mengalami peningkatan daripada 43 mukim kepada 44 mukim, dan daripada 265 mukim kepada 267 mukim. Institusi komuniti berdasarkan persekitaran penduduk komuniti atau penduduk berdasarkan kediaman mereka dibentuk oleh RT dan RW untuk memudahkan penyelarasan perkhidmatan kerajaan. Struktur pentadbiran kawasan DKI Jakarta dibahagikan kepada Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT).

2.   Kualiti Hidup Penduduk Jakarta dari segi Pencapaian Indeks Pembangunan Manusia dan Petunjuk Kebajikan Pembangunan.

a.          Pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (HDI) di DKI Jakarta

Peningkatan hasil prestasi pembangunan DKI Jakarta juga digunakan sebagai ukuran pencapaian beberapa petunjuk dalam Indeks Pembangunan Manusia (HDI). HDI atau HDI yang merupakan penunjuk penting boleh digunakan untuk melihat usaha pembangunan dan prestasi yang bertujuan untuk meningkatkan kualiti penduduk. Indeks ini dikira secara komposit, dengan mengukur Jangkaan Hayat (AHH), kadar purata literasi (AMH) Panjang Sekolah, serta keupayaan kuasa beli yang diperoleh daripada purata perbelanjaan per kapita sebenar. Semasa 2013 HDI DKI Jakarta direkodkan pada 78.59, dan pada tahun 2014 ia direkodkan pada 78.39 selepas cadangan untuk perubahan daripada UNDP. Pada tahun 2015 ia adalah 78.99.

b.          Pengagihan Pendapatan dan Pekali Gini di DKI Jakarta

Tahap Pekali Gini di DKI Jakarta dalam tempoh 2010-2014 agak stabil. Ini menunjukkan bahawa perubahan dalam pengagihan pendapatan DKI Jakarta secara relatifnya tidak berubah, namun, ketidaksamaan pendapatan yang berlaku di DKI Jakarta dalam tempoh 2010-2014 semakin besar walaupun masih dalam kategori ketidaksamaan yang rendah. Pada tahun 2012 kategori ketidaksamaan adalah 0.397, pada tahun 2013 ia adalah 0.364 dan pada tahun 2014 ia adalah 0.436. Tempoh 2014-2016 menunjukkan penurunan. Berbanding dengan Nisbah Gini pada September 2015 iaitu 0.421, Nisbah Gini pada September 2016 menurun sebanyak 0.024 mata. Pengagihan perbelanjaan 40% terbawah kumpulan penduduk adalah 16.49%. Oleh itu, perbelanjaan penduduk masih dalam kategori tahap ketidaksamaan yang sederhana.

c.          Bilangan Keluarga Miskin di DKI Jakarta

Secara amnya, saiz penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan (GK), iaitu jumlah rupiah tertentu yang diperlukan untuk memenuhi keperluan minimum makanan dan bukan makanan, iaitu purata perbelanjaan bulanan per kapita. Model pengiraan golongan miskin melalui kaedah ini dilakukan dengan mengira komponen Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKNM). Data kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS DKI Jakarta pada September 2015 bilangan orang miskin di DKI Jakarta direkodkan sebanyak 368.67 ribu orang (3.61 peratus). Pada tahun 2016 bilangan orang miskin meningkat kepada 385.84 ribu orang. Garis Kemiskinan di DKI Jakarta berjumlah Rp 510,359 per kapita sebulan pada tahun 2016. Ini adalah peningkatan dari tahun lepas di mana Garis Kemiskinan adalah 503,040 per kapita sebulan pada tahun 2015.

Berbeza dengan penjelasan dalam Laporan Penyata Akauntabiliti (LKPJ) Gabenor DKI Jakarta pada tahun 2016 (Edisi April 2017 dan dibaca pada hari Khamis, 6 April 2017) dinyatakan bahawa jumlah orang miskin di DKI pada tahun 2016 jatuh kepada 385.84 ribu orang dari 2015 sebanyak 398.92 ribu. Peranan komoditi makanan kepada Garis Kemiskinan jauh lebih besar daripada peranan komoditi bukan makanan (perumahan, pakaian, pendidikan dan kesihatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan kepada Garis Kemiskinan pada September 2014 adalah 64.75 peratus (Rp. 297,543), dan pada September 2015 adalah 65.14 peratus (Rp. 327,678.00,- ), manakala sumbangan Garis Kemiskinan Bukan Makanan kepada Garis Kemiskinan adalah 35.25 peratus (Rp. 162,017) pada tahun 2014, dan berjumlah 34.84% (Rp. 175,361.00,-) pada tahun 2015.

d.          Kadar Pengangguran Terbuka di DKI Jakarta

Data BPS pada Ogos 2015, dalam tempoh Ogos 2014–Ogos 2015 (yoy), kadar pengangguran terbuka (TPT) menurun daripada 8.47% kepada 7.23% atau penurunan sebanyak 1.24%. Begitu juga, pada bulan Ogos 2016, TPT menurun kepada 6.12 peratus atau 1.11 peratus. Kadar pengangguran terbuka mengikut tahap pendidikan dalam tempoh Ogos 2013-2014 telah mengalami perubahan. Di peringkat pendidikan rendah, sekolah menengah rendah, diploma dan universiti, kadar pengangguran cenderung menurun, sementara tahap pendidikan sekolah menengah awam dan sekolah menengah vokasional telah meningkat.

Pada tahun 2015, tahap pendidikan sekolah rendah dan rendah terus menurun, sementara tahap pendidikan Diploma dan Universiti adalah sama dengan tahap pendidikan sekolah menengah dan vokasional mengalami peningkatan dalam TPT. Pada tahun 2016, mereka semua mengalami penurunan pulangan cukai, hanya penurunan tertinggi adalah pada tahap pendidikan rendah (Diploma dan Universiti), sementara tahap sekolah rendah, sekolah menengah rendah, dan sekolah menengah-vokasional menurun rendah. Walau bagaimanapun, angka TPT terbesar masih kekal di peringkat SMA-Vocational, walaupun terdapat pengurangan sebanyak 1.16 mata daripada 9.19 peratus (Ogos 2015) kepada 8.03 peratus (Ogos 2016). Supaya kadar TPT tahap pendidikan lain lebih rendah.

e.          Kadar Literasi (AMH)

Dalam tempoh 2008 hingga 2013 penduduk AMH berusia 10 tahun ke atas di DKI Jakarta mengalami peningkatan. Dalam tempoh 2008 hingga 2013 AMH mengalami peningkatan, iaitu daripada 98.76% pada 2008, 98.94% pada 2009, 99.13% pada 2010, 99.15% pada 2011, 99.21% pada 2012, 99.21% dan pada akhir 2013 ia direkodkan pada 99.22%. Dari 2014 hingga 2016, BPS masih menggunakan data 2013.

f.            Kadar Penyertaan Sekolah (APS), Kadar Penyertaan Kasar (APK), Kadar Penyertaan Tulen (APM), dan Peratusan Kadar Keciciran

Pencapaian Aps pada tahun 2013 berbanding 2012 direkodkan meningkat, dengan kadar peningkatan 0.38% untuk tahap umur 7-12 tahun, 1.49% untuk tahap umur 13-15 tahun dan 4.73% untuk tahap umur 15-18 tahun. Sehingga 2014 APS dengan kadar 0.11% untuk tahap umur 7-12 tahun, 1.40% untuk tahap umur 13-15 tahun dan 4.69% untuk tahap umur 15-18 tahun Manakala pada tahun 2016, peratusan Kadar Penyertaan Kasar (APK) untuk sekolah rendah / MI adalah 104.55%, sekolah menengah rendah / MT adalah 108.81%, dan SMA / MA / SMK adalah 91.36%. Peratusan Kadar Penyertaan Tulen (APM) untuk SD/MI ialah 95.36%, SMP/MT ialah 95.80%, SMA/MA/SMK ialah 67.91%.

Peratusan kadar keciciran di peringkat sekolah rendah menurun sebanyak 0.02%, tahap sekolah menengah rendah juga menurun sebanyak 0.11%, dan perkara yang sama di peringkat SMA / SMK yang menurun sebanyak 0.36%. Dari pencapaian ini, dapat didedahkan bahawa tahap pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (HDI) serta petunjuk pembangunan dalam mengukur tahap kemajuan dalam kualiti hidup dan kebajikan penduduk Jakarta menunjukkan yang tertinggi, jika purata panjang persekolahan dinaikkan untuk meneruskan pendidikan sehingga sekolah menengah di seluruh negara, maka dari tahap pencapaian pendidikan, rata-rata Jakarta adalah yang tertinggi dalam lulus dari sekolah menengah,  Walau bagaimanapun, tepat di sebalik kenaikan itu adalah tepat graduan pendidikan Sekolah Menengah Awam dan Vokasional dengan kadar pengangguran yang tinggi.

Di samping itu, tahap pendapatan penduduk Jakarta kekal tidak berubah ke arah peningkatan kualiti, walaupun ketidaksamaan pendapatan yang berlaku di DKI Jakarta dalam tempoh 2010-2014 dan tempoh 2014-2016 masih dalam kategori ketidaksamaan yang rendah. Ini menunjukkan bahawa tidak ada peningkatan pendapatan, yang merupakan ukuran kuasa beli rakyat yang lemah sebagai parameter pertumbuhan ekonomi. Ia tidak menghairankan, berkaitan dengan angka pendapatan yang tidak sama rata dan pengurangan kuasa beli penduduk kepada keperluan ekonomi disertai dengan bilangan orang miskin di DKI Jakarta yang telah meningkat. Ini kerana, seperti yang digambarkan di atas, berdasarkan data kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS DKI Jakarta pada bulan September 2014, bilangan orang miskin di DKI Jakarta direkodkan sebanyak 412.79 ribu orang (4.09 peratus) yang meningkat dari tahun atau bulan sebelumnya.

Walaupun pada tahun 2015 bilangan orang miskin jatuh kepada 368.67 ribu orang, tetapi angka Garis Kemiskinan DKI Jakarta pada tahun 2015 meningkat kepada 503.04 ribu orang berbanding sebelumnya, pada tahun 2014 ia adalah 459.56 ribu orang. Pada tahun 2016 bilangan orang miskin meningkat kepada 385.84 ribu orang. Pada tahun 2016 Garis Kemiskinan di DKI Jakarta berjumlah Rp 510,359 per kapita sebulan. Ini adalah peningkatan dari tahun lepas di mana Garis Kemiskinan adalah 503,040 per kapita sebulan pada tahun 2015.

Cadangan Penyelesaian

1.   Keperluan untuk mengkaji lebih lanjut mengenai masalah penduduk dari pelbagai aspek, kedua-dua tahap pencapaian pendidikan dengan penyerapan angka pekerjaan untuk menggalakkan dasar pembangunan yang berorientasikan ke arah meningkatkan kualiti hidup dan kebajikan penduduk.

2.   Keperluan untuk mendorong kerajaan ke arah dasar penduduk adalah berkaitan dengan pembandaran tinggi yang menduduki ibu kota dengan mengetatkan permit kediaman untuk pemilikan rumah kediaman, flat atau pangsapuri untuk pendatang sebagai salah satu sumber lonjakan kepadatan penduduk dan masalah penyelesaian. Memandangkan masih ramai orang Jakarta yang tidak mempunyai tempat tinggal yang baik kerana mereka dipindahkan oleh penduduk pemadatan

3.   Kepentingan memperluaskan pekerjaan yang menampung graduan pendidikan sekolah menengah dan meningkatkan Gaji Minimum yang layak sesuai dengan angka produktiviti dan pertumbuhan ekonomi Jakarta. Peningkatan UMP untuk pekerja adalah untuk menggalakkan kuasa beli rakyat sebagai langkah memenuhi keperluan kehidupan yang baik. Gaji murah di DKI menjadi "bencana kemiskinan" bagi pekerja dan termasuk dasar freelancing / penyumberan luar / outsourching yang tidak memberikan jaminan untuk masa depan kehidupan pekerja / pekerja dalam mendapatkan perlindungan sosial.

 

BIBLIOGRAFI

Chabib Soleh. 2014. Dialektik Pembangunan Dengan Pemerkasaan. Bandung: Penerbit FOKUSMEDIA.

Dias Pudyastuti & Ismail Arianto. 2010. Pendidikan Penduduk dan Alam Sekitar. Jakarta: Penerbit Akhbar Makmal Sosio-Politik Program Kajian PPKN FIS UNJ

Eko Siswono. 2015. Demografi. Jakarta: Penerbit Ombak.

Prijono Tjiptoherijanto dan Laila Nagib (Ed.). 2008. Pembangunan Sumber Manusia: antara Peluang & Cabaran. Jakarta: LIPI Press.

R.H. Pardjoko. 1981. Dasar Penduduk Negara, Langkah-langkah Penggubalannya. Jakarta: Biro Penyelaras bagi Pelaksanaan Program BKKBN.

Soekardjo Hardjosoewirjo. 2008. Ke arah Jakarta 2020. Jakarta: Penerbit RMBOOKS.

Sudjarwo S. 2004. Buku Penduduk Pintar. Jakarta: PT Grasindo.

 

DINAMIK PENDUDUK DI IBU KOTA JAKARTA

Ringkasan kes

Kajian Dinamik Penduduk di Ibu Kota Jakarta ini adalah untuk menjelaskan Pembangunan Kuantiti, Kualiti dan Kebajikan Penduduk di Wilayah DKI Jakarta dengan pendekatan Deskriptif dari pelbagai sudut pandangan demografi modal, baik dari segi pencapaian Indeks Pembangunan Manusia dan kebajikan pembangunan untuk kualiti hidup yang baik. Kaedah yang digunakan adalah penyelidikan perpustakaan dan analisis dokumentari. Hasilnya dapat diuraikan bahawa pembangunan penduduk Ibu Kota agak tinggi daripada purata nasional. Walau bagaimanapun, peningkatan kualiti hidup penduduk jakarta masih tidak seperti yang diharapkan.

Batang dan Masalah

1.   Kawasan Pentadbiran, Pertumbuhan, Pengedaran dan Komposisi Penduduk di DKI Jakarta

Bilangan kawasan pentadbiran di DKI juga mengalami peningkatan daripada 43 mukim kepada 44 mukim, dan daripada 265 mukim kepada 267 mukim. Institusi komuniti berdasarkan persekitaran penduduk komuniti atau penduduk berdasarkan kediaman mereka dibentuk oleh RT dan RW untuk memudahkan penyelarasan perkhidmatan kerajaan. Struktur pentadbiran kawasan DKI Jakarta dibahagikan kepada Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT).

2.   Kualiti Hidup Penduduk Jakarta dari segi Pencapaian Indeks Pembangunan Manusia dan Petunjuk Kebajikan Pembangunan.

a.          Pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (HDI) di DKI Jakarta

Peningkatan hasil prestasi pembangunan DKI Jakarta juga digunakan sebagai ukuran pencapaian beberapa petunjuk dalam Indeks Pembangunan Manusia (HDI). HDI atau HDI yang merupakan penunjuk penting boleh digunakan untuk melihat usaha pembangunan dan prestasi yang bertujuan untuk meningkatkan kualiti penduduk. Indeks ini dikira secara komposit, dengan mengukur Jangkaan Hayat (AHH), kadar purata literasi (AMH) Panjang Sekolah, serta keupayaan kuasa beli yang diperoleh daripada purata perbelanjaan per kapita sebenar. Semasa 2013 HDI DKI Jakarta direkodkan pada 78.59, dan pada tahun 2014 ia direkodkan pada 78.39 selepas cadangan untuk perubahan daripada UNDP. Pada tahun 2015 ia adalah 78.99.

b.          Pengagihan Pendapatan dan Pekali Gini di DKI Jakarta

Tahap Pekali Gini di DKI Jakarta dalam tempoh 2010-2014 agak stabil. Ini menunjukkan bahawa perubahan dalam pengagihan pendapatan DKI Jakarta secara relatifnya tidak berubah, namun, ketidaksamaan pendapatan yang berlaku di DKI Jakarta dalam tempoh 2010-2014 semakin besar walaupun masih dalam kategori ketidaksamaan yang rendah. Pada tahun 2012 kategori ketidaksamaan adalah 0.397, pada tahun 2013 ia adalah 0.364 dan pada tahun 2014 ia adalah 0.436. Tempoh 2014-2016 menunjukkan penurunan. Berbanding dengan Nisbah Gini pada September 2015 iaitu 0.421, Nisbah Gini pada September 2016 menurun sebanyak 0.024 mata. Pengagihan perbelanjaan 40% terbawah kumpulan penduduk adalah 16.49%. Oleh itu, perbelanjaan penduduk masih dalam kategori tahap ketidaksamaan yang sederhana.

c.          Bilangan Keluarga Miskin di DKI Jakarta

Secara amnya, saiz penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan (GK), iaitu jumlah rupiah tertentu yang diperlukan untuk memenuhi keperluan minimum makanan dan bukan makanan, iaitu purata perbelanjaan bulanan per kapita. Model pengiraan golongan miskin melalui kaedah ini dilakukan dengan mengira komponen Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKNM). Data kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS DKI Jakarta pada September 2015 bilangan orang miskin di DKI Jakarta direkodkan sebanyak 368.67 ribu orang (3.61 peratus). Pada tahun 2016 bilangan orang miskin meningkat kepada 385.84 ribu orang. Garis Kemiskinan di DKI Jakarta berjumlah Rp 510,359 per kapita sebulan pada tahun 2016. Ini adalah peningkatan dari tahun lepas di mana Garis Kemiskinan adalah 503,040 per kapita sebulan pada tahun 2015.

Berbeza dengan penjelasan dalam Laporan Penyata Akauntabiliti (LKPJ) Gabenor DKI Jakarta pada tahun 2016 (Edisi April 2017 dan dibaca pada hari Khamis, 6 April 2017) dinyatakan bahawa jumlah orang miskin di DKI pada tahun 2016 jatuh kepada 385.84 ribu orang dari 2015 sebanyak 398.92 ribu. Peranan komoditi makanan kepada Garis Kemiskinan jauh lebih besar daripada peranan komoditi bukan makanan (perumahan, pakaian, pendidikan dan kesihatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan kepada Garis Kemiskinan pada September 2014 adalah 64.75 peratus (Rp. 297,543), dan pada September 2015 adalah 65.14 peratus (Rp. 327,678.00,- ), manakala sumbangan Garis Kemiskinan Bukan Makanan kepada Garis Kemiskinan adalah 35.25 peratus (Rp. 162,017) pada tahun 2014, dan berjumlah 34.84% (Rp. 175,361.00,-) pada tahun 2015.

d.          Kadar Pengangguran Terbuka di DKI Jakarta

Data BPS pada Ogos 2015, dalam tempoh Ogos 2014–Ogos 2015 (yoy), kadar pengangguran terbuka (TPT) menurun daripada 8.47% kepada 7.23% atau penurunan sebanyak 1.24%. Begitu juga, pada bulan Ogos 2016, TPT menurun kepada 6.12 peratus atau 1.11 peratus. Kadar pengangguran terbuka mengikut tahap pendidikan dalam tempoh Ogos 2013-2014 telah mengalami perubahan. Di peringkat pendidikan rendah, sekolah menengah rendah, diploma dan universiti, kadar pengangguran cenderung menurun, sementara tahap pendidikan sekolah menengah awam dan sekolah menengah vokasional telah meningkat.

Pada tahun 2015, tahap pendidikan sekolah rendah dan rendah terus menurun, sementara tahap pendidikan Diploma dan Universiti adalah sama dengan tahap pendidikan sekolah menengah dan vokasional mengalami peningkatan dalam TPT. Pada tahun 2016, mereka semua mengalami penurunan pulangan cukai, hanya penurunan tertinggi adalah pada tahap pendidikan rendah (Diploma dan Universiti), sementara tahap sekolah rendah, sekolah menengah rendah, dan sekolah menengah-vokasional menurun rendah. Walau bagaimanapun, angka TPT terbesar masih kekal di peringkat SMA-Vocational, walaupun terdapat pengurangan sebanyak 1.16 mata daripada 9.19 peratus (Ogos 2015) kepada 8.03 peratus (Ogos 2016). Supaya kadar TPT tahap pendidikan lain lebih rendah.

e.          Kadar Literasi (AMH)

Dalam tempoh 2008 hingga 2013 penduduk AMH berusia 10 tahun ke atas di DKI Jakarta mengalami peningkatan. Dalam tempoh 2008 hingga 2013 AMH mengalami peningkatan, iaitu daripada 98.76% pada 2008, 98.94% pada 2009, 99.13% pada 2010, 99.15% pada 2011, 99.21% pada 2012, 99.21% dan pada akhir 2013 ia direkodkan pada 99.22%. Dari 2014 hingga 2016, BPS masih menggunakan data 2013.

f.            Kadar Penyertaan Sekolah (APS), Kadar Penyertaan Kasar (APK), Kadar Penyertaan Tulen (APM), dan Peratusan Kadar Keciciran

Pencapaian Aps pada tahun 2013 berbanding 2012 direkodkan meningkat, dengan kadar peningkatan 0.38% untuk tahap umur 7-12 tahun, 1.49% untuk tahap umur 13-15 tahun dan 4.73% untuk tahap umur 15-18 tahun. Sehingga 2014 APS dengan kadar 0.11% untuk tahap umur 7-12 tahun, 1.40% untuk tahap umur 13-15 tahun dan 4.69% untuk tahap umur 15-18 tahun Manakala pada tahun 2016, peratusan Kadar Penyertaan Kasar (APK) untuk sekolah rendah / MI adalah 104.55%, sekolah menengah rendah / MT adalah 108.81%, dan SMA / MA / SMK adalah 91.36%. Peratusan Kadar Penyertaan Tulen (APM) untuk SD/MI ialah 95.36%, SMP/MT ialah 95.80%, SMA/MA/SMK ialah 67.91%.

Peratusan kadar keciciran di peringkat sekolah rendah menurun sebanyak 0.02%, tahap sekolah menengah rendah juga menurun sebanyak 0.11%, dan perkara yang sama di peringkat SMA / SMK yang menurun sebanyak 0.36%. Dari pencapaian ini, dapat didedahkan bahawa tahap pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (HDI) serta petunjuk pembangunan dalam mengukur tahap kemajuan dalam kualiti hidup dan kebajikan penduduk Jakarta menunjukkan yang tertinggi, jika purata panjang persekolahan dinaikkan untuk meneruskan pendidikan sehingga sekolah menengah di seluruh negara, maka dari tahap pencapaian pendidikan, rata-rata Jakarta adalah yang tertinggi dalam lulus dari sekolah menengah,  Walau bagaimanapun, tepat di sebalik kenaikan itu adalah tepat graduan pendidikan Sekolah Menengah Awam dan Vokasional dengan kadar pengangguran yang tinggi.

Di samping itu, tahap pendapatan penduduk Jakarta kekal tidak berubah ke arah peningkatan kualiti, walaupun ketidaksamaan pendapatan yang berlaku di DKI Jakarta dalam tempoh 2010-2014 dan tempoh 2014-2016 masih dalam kategori ketidaksamaan yang rendah. Ini menunjukkan bahawa tidak ada peningkatan pendapatan, yang merupakan ukuran kuasa beli rakyat yang lemah sebagai parameter pertumbuhan ekonomi. Ia tidak menghairankan, berkaitan dengan angka pendapatan yang tidak sama rata dan pengurangan kuasa beli penduduk kepada keperluan ekonomi disertai dengan bilangan orang miskin di DKI Jakarta yang telah meningkat. Ini kerana, seperti yang digambarkan di atas, berdasarkan data kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS DKI Jakarta pada bulan September 2014, bilangan orang miskin di DKI Jakarta direkodkan sebanyak 412.79 ribu orang (4.09 peratus) yang meningkat dari tahun atau bulan sebelumnya.

Walaupun pada tahun 2015 bilangan orang miskin jatuh kepada 368.67 ribu orang, tetapi angka Garis Kemiskinan DKI Jakarta pada tahun 2015 meningkat kepada 503.04 ribu orang berbanding sebelumnya, pada tahun 2014 ia adalah 459.56 ribu orang. Pada tahun 2016 bilangan orang miskin meningkat kepada 385.84 ribu orang. Pada tahun 2016 Garis Kemiskinan di DKI Jakarta berjumlah Rp 510,359 per kapita sebulan. Ini adalah peningkatan dari tahun lepas di mana Garis Kemiskinan adalah 503,040 per kapita sebulan pada tahun 2015.

Cadangan Penyelesaian

1.   Keperluan untuk mengkaji lebih lanjut mengenai masalah penduduk dari pelbagai aspek, kedua-dua tahap pencapaian pendidikan dengan penyerapan angka pekerjaan untuk menggalakkan dasar pembangunan yang berorientasikan ke arah meningkatkan kualiti hidup dan kebajikan penduduk.

2.   Keperluan untuk mendorong kerajaan ke arah dasar penduduk adalah berkaitan dengan pembandaran tinggi yang menduduki ibu kota dengan mengetatkan permit kediaman untuk pemilikan rumah kediaman, flat atau pangsapuri untuk pendatang sebagai salah satu sumber lonjakan kepadatan penduduk dan masalah penyelesaian. Memandangkan masih ramai orang Jakarta yang tidak mempunyai tempat tinggal yang baik kerana mereka dipindahkan oleh penduduk pemadatan

3.   Kepentingan memperluaskan pekerjaan yang menampung graduan pendidikan sekolah menengah dan meningkatkan Gaji Minimum yang layak sesuai dengan angka produktiviti dan pertumbuhan ekonomi Jakarta. Peningkatan UMP untuk pekerja adalah untuk menggalakkan kuasa beli rakyat sebagai langkah memenuhi keperluan kehidupan yang baik. Gaji murah di DKI menjadi "bencana kemiskinan" bagi pekerja dan termasuk dasar freelancing / penyumberan luar / outsourching yang tidak memberikan jaminan untuk masa depan kehidupan pekerja / pekerja dalam mendapatkan perlindungan sosial.

 

BIBLIOGRAFI

Chabib Soleh. 2014. Dialektik Pembangunan Dengan Pemerkasaan. Bandung: Penerbit FOKUSMEDIA.

Dias Pudyastuti & Ismail Arianto. 2010. Pendidikan Penduduk dan Alam Sekitar. Jakarta: Penerbit Akhbar Makmal Sosio-Politik Program Kajian PPKN FIS UNJ

Eko Siswono. 2015. Demografi. Jakarta: Penerbit Ombak.

Prijono Tjiptoherijanto dan Laila Nagib (Ed.). 2008. Pembangunan Sumber Manusia: antara Peluang & Cabaran. Jakarta: LIPI Press.

R.H. Pardjoko. 1981. Dasar Penduduk Negara, Langkah-langkah Penggubalannya. Jakarta: Biro Penyelaras bagi Pelaksanaan Program BKKBN.

Soekardjo Hardjosoewirjo. 2008. Ke arah Jakarta 2020. Jakarta: Penerbit RMBOOKS.

Sudjarwo S. 2004. Buku Penduduk Pintar. Jakarta: PT Grasindo.

 

ISU BANJIR DI KAWASAN DAERAH PERAK TENGAH, PERAK .

ISU BANJIR DI KAWASAN DAERAH PERAK TENGAH, PERAK .

AL-MUIZZUDDIN HAKIM BIN IBRAHIM

D20182085901

 

1.0  Pengenalan

 

Daerah Perak Tengah terletak di tengah-tengah negeri Perak dan berkongsi sempadan dengan Daerah Kuala Kangsar di utara, Daerah Hilir Perak di selatan, Daerah Manjung di barat, dan Daerah Kinta ke timur. Daerah ini telah ditubuhkan pada tahun 1936, yang sebelum ini merupakan sebahagian kecil daripada Daerah Kuala Kangsar, Hilir Perak, Manjung, dan Kinta. Penduduk daerah ini, yang mempunyai keluasan persegi 1282 km2, adalah 67,290 dalam bancian yang diambil pada tahun 1991. Pertanian, yang merangkumi pengeluaran beras, getah, kelapa sawit, dan buah-buahan seperti durian dan lain-lain, menyediakan sebahagian besar penduduk daerah dengan mata pencarian. Pentadbiran Daerah Perak Tengah ini ialah Bandar Seri Iskandar. Kawasan yang terbabit dengan banjir ialah kawasan yang berada selalunya yang kawsan yang berada dipinggir sungai, dekian itu rajah satu menunjukan Peta Daerah Perak Tengah, Perak .

 

Kawasan Pentadbiran Perak Tengah

·         Parit

·         Kampung Buluh Akar

·         Tanjung Belanja

·         Bota Kanan

·         Seri Iskandar

·         Titi Gantung

·         Kampung Gajah

 

Map    Description automatically generated

Rajah 1 Menunjukan Peta Daerah Perak Tengah, Perak .

 

 

2.0 Kejadian Banjir

 

Punca banjir di negeri Perak ialah berpunca taburan hujan yang luar biasa. Demikian itu mengakibatkan hujan lebat luar biasa dikenal pasti menjadi punca berlakunya banjir kilat. Taburan hujan tinggi menyebabkan sungai utama iaitu sungai perak tidak dapat menampung jumlah air yang banyak. Setiap tahun perak tengah sebenarnya berlaku banjir tetapi tidak seteruk yang daerah- daerah di negeri perak. Kawasan yang terbabit dengan banjir ialah kawasan yang berada selalunya yang kawsan yang berada dipinggir sungai, demikian itu rajah dua menunjukan jalur biru ialah jalur Sungai Perak yang berada dikawsan perak tengah. Dari Hulu Perak, Beting Beras Basah berhampiran Bagan Datoh, dan Selat Melaka, Sungai Perak mengalir sepanjang 400 km. Selepas Sungai Pahang, Sungai Perak ialah sungai kedua terpanjang di Semenanjung Malaysia. Banjir yang paling teruk yang berlaku di daerah perak tangah ialah pada tahun 2014. Salah satu banjir terbesar dalam sejarah Malaysia berlaku pada Disember 2014, menjadikannya salah satu kejadian terburuk yang pernah berlaku (Zulkifli Yusop dan Abdul Hamid Mar Iman, 2020). Daerah Perak Tengah turut terjejas oleh keadaan yang kawasan yang 3 kilometer dari arah sungai perak pasti terjejas banjir.

 

Map    Description automatically generated

Rajah 2 Menunjukan jalur biru ialah jalur sungai perak yang berada dikawsan perak tengah.

 

 

3.0 Faktor Berlakunya Banjir

 

Banyak pembolehubah menyumbang kepada potensi bencana banjir di derah Perak Tengah. Secara umum, boleh dikatakan bahawa kedua-dua kuasa semula jadi dan manusia menyumbang kepada fenomena banjir. Faktor mengalami banjir akibat beberapa sebab semula jadi, termasuk hujan lebat musim tengkujuh. Kualiti hujan yang dikaitkan dengan perkembangan banjir termasuk intensiti, hujan berterusan dalam jangka masa yang lama, kejadian berleluasa, kekerapan, dan isipadu hujan menurut Sharifah Meryam, 2012. Setiap tahun kawasan yang kurang dari lima ratus meter dari arah sungai perak pasti kerjejas di akibatkan banjir demikian itu yang terjejas teruk ialah pertenakan dan kediaman. Tabuan hujan yang tinggi di bahagian hulu sungai salah satu faktor berlaku pasar air naik yang mengakibatkan banjir di pinggir sungai Daerah Perak Tengah.  Berikut rajah tiga menunjukan jalur Sungai Perak dari hulu sungai hingga hilir sungai.

 

 

Seterusnya, sistem perparitan punca banjir di di Derah Perak Tengah. Ini didakwa berlaku berikutan peningkatan pembendungan sungai dan longkang saliran air untuk pembinaan rumah. Bagi membantu petani sawah padi yang dahulunya ditanam dengan tanaman. Peristiwa sebegini memudahkan banjir berlaku kerana sungai-sungai semasa tidak lagi dapat menyimpan hujan. Akibatnya, sungai akan melimpah, mengakibatkan banjir kilat. Selain itu, masalah ini menjadi lebih teruk apabila orang ramai membuang sampah dan sampah rumah ke dalam sungai dari rumah mereka. Kerana kelalaian penduduk, sampah kini dibuang ke sungai, parit, dan longkang. Tanpa mengambil kira kesan daripada tindakan mereka, mereka memilih laluan yang mudah. Mereka tidak mengambil kira akibat daripada perbuatan yang akan mengakibatkan sungai terhalang dan tidak dapat beroperasi, kerana percaya bahawa sisa itu akan mengalir bersama air. Serpihan yang menyumbat sistem perparitan dan menghalang aliran air akhirnya akan menyebabkan air melimpahi tebing sungai. Malah, isu ini memberi kesan negatif yang menyumbang kepada pencemaran sungai dan juga kejadian banjir.

 

 

Dimanakah Punca Sungai Perak Yang Sebenarnya

Rajah 3 Menunjukan jalur Sungai Perak dari hulu sungai hingga hilir sungai.

 

 

 

4.0 Kesan Banjir

 

Selain itu, kejadian banjir juga mengakibatkan kerugian dan kemusnahan harta benda. Banyak peralatan rumah yang tidak dapat dipelihara akan ditenggelami air banjir apabila ia masuk ke dalam rumah. Selain itu, terdapat barang-barang tertentu yang akan dibawa oleh aliran sungai, menjadikannya tidak berguna. Kampung-kampung akan mengalami kerugian yang besar akibat daripada kesusahan ini. Mereka terpaksa membelanjakan sejumlah besar wang untuk pembaikan untuk memulihkan rumah mereka seperti sedia kala. Harga pembaikan ini juga diperlukan untuk membersihkan rumah sekali lagi dari kotoran dan sampah yang dibawa oleh air. Demikian itu kerosakan jalan raya menyukarkan penjalan yang mengakibatkan kerana perlu melalui jalan yang jauh untuk sampai ke distinasi.Di samping itu, kejadian banjir akan menyebabkan masalah kesihatan kepada penduduk setempat. Jangkitan berjangkit yang disebarkan melalui banjir mungkin berlaku semasa dan selepas ribut. Demam kepialu, taun, hepatitis A, penyakit usus, dan keracunan makanan adalah beberapa daripadanya.

 

Banjir adalah sejenis bencana alam yang mempunyai beberapa kesan negatif ke atas kawasan yang terjejas. Petani yang menguruskan sawah merupakan sebahagian besar penduduk di Seberang Perak dan perternakan dipinggir sungai terkesan diakiabatkan banjir. Kemusnahan sejumlah besar padi yang belum dituai semasa banjir akan mengakibatkan petani kehilangan sumber pendapatan utama mereka. Menurut Khairul Maidin,2015, bencana banjir bukan sahaja menyebabkan kawasan tanaman tertentu tidak dituai tetapi juga menyebabkan tanaman padi kekurangan beberapa nutrien penting. Keadaan ini akan mengakibatkan kekurangan ketersediaan zink di kawasan pertanian, yang akan menurunkan pengeluaran beras. Senario seperti ini akan mengakibatkan penurunan dalam pengeluaran beras domestik serta peningkatan import beras dari negara lain. Akibatnya, musibah banjir ini turut memberi kesan kepada ekonomi negara.

 

 

 

 

 

 

 

 

5.0 Langkah Mengatasi

 

Sungai dan parit mungkin didalamkan untuk memastikan banyak air dapat mengalir melaluinya buat seketika. Hal ini kerana banjir lebih mungkin disebabkan oleh kedangkalan sungai, yang berpunca daripada pemendapan sungai yang pasir dari hulu sungai dan sampah yang dibuang ke dalamnya . Oleh sebab itu, lumpur dan sedimen di dasar sungai mesti digali semula untuk mendalamkan sungai dan parit. Apabila telah banyak hujan, sungai tidak dapat menampung air dan akan melimpah sehingga menyebabkan banjir kilat dan banjir kilat.. Pihak berkuasa juga perlu merangka pelan untuk membina sistem perparitan yang berkesan atau sungai buatan yang sungai air cepat mengalir ke hilir sungai. Menurut penegasan ini, sistem perparitan yang sesuai untuk kapasiti air semasa musim banjir boleh mengurangkan akibat banjir (Khairul Maidin, Nor Amna & Mohd Syauqi Nazmi, 2015). Selain  itu, beberapa langkah perlu diambil untuk mengelakkan banjir. Membina benteng yang tinggi di sepanjang tebing sungai sungai adalah satu tindakan yang boleh dilaksanakan. Untuk menghentikan banjir besar melanda masyarakat Daerah Perak Tengah, struktur ini perlu disegerakan. Demikian ini, kampung-kampung sungai pinggir Sungai Perak di Daerah Perak Tengah tidak akan berlakunya banjir atau kurangnya kesan daripada banjir.

 

6.0 Kesimpulan

 

Keseluruhannya Daerah Perak Tengah setiap tahun sering berlaku terkesan akibat banjir. Walau bagaimanapun, kejadian banjir yang terkini teruk yang menipa daerah yang lain. Perancangan pengaliran perparitan dan sungai amat penting untuk elak dari padan banjir berlaku. Oleh itu bagi masyarakat pemilihan penepatan dan cara mengatasi amatlah penting untuk elak daripada kediaman kita terkena banjir. Demikian itu, badan yang bertanggungjawab seperti JPS (Jabatan Pengairan Dan Saliran Negeri Perak) perlu la membuat kajian semula untuk memastikan kesan banjir dapat dikurangkan pada masa mendatang.

 

 

http://hgm3033.blogspot.com/

DINAMIK PENDUDUK DI IBU KOTA JAKARTA

Ringkasan kes

Kajian Dinamik Penduduk di Ibu Kota Jakarta ini adalah untuk menjelaskan Pembangunan Kuantiti, Kualiti dan Kebajikan Penduduk di Wilayah DKI Jakarta dengan pendekatan Deskriptif dari pelbagai sudut pandangan demografi modal, baik dari segi pencapaian Indeks Pembangunan Manusia dan kebajikan pembangunan untuk kualiti hidup yang baik. Kaedah yang digunakan adalah penyelidikan perpustakaan dan analisis dokumentari. Hasilnya dapat diuraikan bahawa pembangunan penduduk Ibu Kota agak tinggi daripada purata nasional. Walau bagaimanapun, peningkatan kualiti hidup penduduk jakarta masih tidak seperti yang diharapkan.

Batang dan Masalah

1.   Kawasan Pentadbiran, Pertumbuhan, Pengedaran dan Komposisi Penduduk di DKI Jakarta

Bilangan kawasan pentadbiran di DKI juga mengalami peningkatan daripada 43 mukim kepada 44 mukim, dan daripada 265 mukim kepada 267 mukim. Institusi komuniti berdasarkan persekitaran penduduk komuniti atau penduduk berdasarkan kediaman mereka dibentuk oleh RT dan RW untuk memudahkan penyelarasan perkhidmatan kerajaan. Struktur pentadbiran kawasan DKI Jakarta dibahagikan kepada Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT).

2.   Kualiti Hidup Penduduk Jakarta dari segi Pencapaian Indeks Pembangunan Manusia dan Petunjuk Kebajikan Pembangunan.

a.          Pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (HDI) di DKI Jakarta

Peningkatan hasil prestasi pembangunan DKI Jakarta juga digunakan sebagai ukuran pencapaian beberapa petunjuk dalam Indeks Pembangunan Manusia (HDI). HDI atau HDI yang merupakan penunjuk penting boleh digunakan untuk melihat usaha pembangunan dan prestasi yang bertujuan untuk meningkatkan kualiti penduduk. Indeks ini dikira secara komposit, dengan mengukur Jangkaan Hayat (AHH), kadar purata literasi (AMH) Panjang Sekolah, serta keupayaan kuasa beli yang diperoleh daripada purata perbelanjaan per kapita sebenar. Semasa 2013 HDI DKI Jakarta direkodkan pada 78.59, dan pada tahun 2014 ia direkodkan pada 78.39 selepas cadangan untuk perubahan daripada UNDP. Pada tahun 2015 ia adalah 78.99.

b.          Pengagihan Pendapatan dan Pekali Gini di DKI Jakarta

Tahap Pekali Gini di DKI Jakarta dalam tempoh 2010-2014 agak stabil. Ini menunjukkan bahawa perubahan dalam pengagihan pendapatan DKI Jakarta secara relatifnya tidak berubah, namun, ketidaksamaan pendapatan yang berlaku di DKI Jakarta dalam tempoh 2010-2014 semakin besar walaupun masih dalam kategori ketidaksamaan yang rendah. Pada tahun 2012 kategori ketidaksamaan adalah 0.397, pada tahun 2013 ia adalah 0.364 dan pada tahun 2014 ia adalah 0.436. Tempoh 2014-2016 menunjukkan penurunan. Berbanding dengan Nisbah Gini pada September 2015 iaitu 0.421, Nisbah Gini pada September 2016 menurun sebanyak 0.024 mata. Pengagihan perbelanjaan 40% terbawah kumpulan penduduk adalah 16.49%. Oleh itu, perbelanjaan penduduk masih dalam kategori tahap ketidaksamaan yang sederhana.

c.          Bilangan Keluarga Miskin di DKI Jakarta

Secara amnya, saiz penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan (GK), iaitu jumlah rupiah tertentu yang diperlukan untuk memenuhi keperluan minimum makanan dan bukan makanan, iaitu purata perbelanjaan bulanan per kapita. Model pengiraan golongan miskin melalui kaedah ini dilakukan dengan mengira komponen Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKNM). Data kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS DKI Jakarta pada September 2015 bilangan orang miskin di DKI Jakarta direkodkan sebanyak 368.67 ribu orang (3.61 peratus). Pada tahun 2016 bilangan orang miskin meningkat kepada 385.84 ribu orang. Garis Kemiskinan di DKI Jakarta berjumlah Rp 510,359 per kapita sebulan pada tahun 2016. Ini adalah peningkatan dari tahun lepas di mana Garis Kemiskinan adalah 503,040 per kapita sebulan pada tahun 2015.

Berbeza dengan penjelasan dalam Laporan Penyata Akauntabiliti (LKPJ) Gabenor DKI Jakarta pada tahun 2016 (Edisi April 2017 dan dibaca pada hari Khamis, 6 April 2017) dinyatakan bahawa jumlah orang miskin di DKI pada tahun 2016 jatuh kepada 385.84 ribu orang dari 2015 sebanyak 398.92 ribu. Peranan komoditi makanan kepada Garis Kemiskinan jauh lebih besar daripada peranan komoditi bukan makanan (perumahan, pakaian, pendidikan dan kesihatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan kepada Garis Kemiskinan pada September 2014 adalah 64.75 peratus (Rp. 297,543), dan pada September 2015 adalah 65.14 peratus (Rp. 327,678.00,- ), manakala sumbangan Garis Kemiskinan Bukan Makanan kepada Garis Kemiskinan adalah 35.25 peratus (Rp. 162,017) pada tahun 2014, dan berjumlah 34.84% (Rp. 175,361.00,-) pada tahun 2015.

d.          Kadar Pengangguran Terbuka di DKI Jakarta

Data BPS pada Ogos 2015, dalam tempoh Ogos 2014–Ogos 2015 (yoy), kadar pengangguran terbuka (TPT) menurun daripada 8.47% kepada 7.23% atau penurunan sebanyak 1.24%. Begitu juga, pada bulan Ogos 2016, TPT menurun kepada 6.12 peratus atau 1.11 peratus. Kadar pengangguran terbuka mengikut tahap pendidikan dalam tempoh Ogos 2013-2014 telah mengalami perubahan. Di peringkat pendidikan rendah, sekolah menengah rendah, diploma dan universiti, kadar pengangguran cenderung menurun, sementara tahap pendidikan sekolah menengah awam dan sekolah menengah vokasional telah meningkat.

Pada tahun 2015, tahap pendidikan sekolah rendah dan rendah terus menurun, sementara tahap pendidikan Diploma dan Universiti adalah sama dengan tahap pendidikan sekolah menengah dan vokasional mengalami peningkatan dalam TPT. Pada tahun 2016, mereka semua mengalami penurunan pulangan cukai, hanya penurunan tertinggi adalah pada tahap pendidikan rendah (Diploma dan Universiti), sementara tahap sekolah rendah, sekolah menengah rendah, dan sekolah menengah-vokasional menurun rendah. Walau bagaimanapun, angka TPT terbesar masih kekal di peringkat SMA-Vocational, walaupun terdapat pengurangan sebanyak 1.16 mata daripada 9.19 peratus (Ogos 2015) kepada 8.03 peratus (Ogos 2016). Supaya kadar TPT tahap pendidikan lain lebih rendah.

e.          Kadar Literasi (AMH)

Dalam tempoh 2008 hingga 2013 penduduk AMH berusia 10 tahun ke atas di DKI Jakarta mengalami peningkatan. Dalam tempoh 2008 hingga 2013 AMH mengalami peningkatan, iaitu daripada 98.76% pada 2008, 98.94% pada 2009, 99.13% pada 2010, 99.15% pada 2011, 99.21% pada 2012, 99.21% dan pada akhir 2013 ia direkodkan pada 99.22%. Dari 2014 hingga 2016, BPS masih menggunakan data 2013.

f.            Kadar Penyertaan Sekolah (APS), Kadar Penyertaan Kasar (APK), Kadar Penyertaan Tulen (APM), dan Peratusan Kadar Keciciran

Pencapaian Aps pada tahun 2013 berbanding 2012 direkodkan meningkat, dengan kadar peningkatan 0.38% untuk tahap umur 7-12 tahun, 1.49% untuk tahap umur 13-15 tahun dan 4.73% untuk tahap umur 15-18 tahun. Sehingga 2014 APS dengan kadar 0.11% untuk tahap umur 7-12 tahun, 1.40% untuk tahap umur 13-15 tahun dan 4.69% untuk tahap umur 15-18 tahun Manakala pada tahun 2016, peratusan Kadar Penyertaan Kasar (APK) untuk sekolah rendah / MI adalah 104.55%, sekolah menengah rendah / MT adalah 108.81%, dan SMA / MA / SMK adalah 91.36%. Peratusan Kadar Penyertaan Tulen (APM) untuk SD/MI ialah 95.36%, SMP/MT ialah 95.80%, SMA/MA/SMK ialah 67.91%.

Peratusan kadar keciciran di peringkat sekolah rendah menurun sebanyak 0.02%, tahap sekolah menengah rendah juga menurun sebanyak 0.11%, dan perkara yang sama di peringkat SMA / SMK yang menurun sebanyak 0.36%. Dari pencapaian ini, dapat didedahkan bahawa tahap pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (HDI) serta petunjuk pembangunan dalam mengukur tahap kemajuan dalam kualiti hidup dan kebajikan penduduk Jakarta menunjukkan yang tertinggi, jika purata panjang persekolahan dinaikkan untuk meneruskan pendidikan sehingga sekolah menengah di seluruh negara, maka dari tahap pencapaian pendidikan, rata-rata Jakarta adalah yang tertinggi dalam lulus dari sekolah menengah,  Walau bagaimanapun, tepat di sebalik kenaikan itu adalah tepat graduan pendidikan Sekolah Menengah Awam dan Vokasional dengan kadar pengangguran yang tinggi.

Di samping itu, tahap pendapatan penduduk Jakarta kekal tidak berubah ke arah peningkatan kualiti, walaupun ketidaksamaan pendapatan yang berlaku di DKI Jakarta dalam tempoh 2010-2014 dan tempoh 2014-2016 masih dalam kategori ketidaksamaan yang rendah. Ini menunjukkan bahawa tidak ada peningkatan pendapatan, yang merupakan ukuran kuasa beli rakyat yang lemah sebagai parameter pertumbuhan ekonomi. Ia tidak menghairankan, berkaitan dengan angka pendapatan yang tidak sama rata dan pengurangan kuasa beli penduduk kepada keperluan ekonomi disertai dengan bilangan orang miskin di DKI Jakarta yang telah meningkat. Ini kerana, seperti yang digambarkan di atas, berdasarkan data kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS DKI Jakarta pada bulan September 2014, bilangan orang miskin di DKI Jakarta direkodkan sebanyak 412.79 ribu orang (4.09 peratus) yang meningkat dari tahun atau bulan sebelumnya.

Walaupun pada tahun 2015 bilangan orang miskin jatuh kepada 368.67 ribu orang, tetapi angka Garis Kemiskinan DKI Jakarta pada tahun 2015 meningkat kepada 503.04 ribu orang berbanding sebelumnya, pada tahun 2014 ia adalah 459.56 ribu orang. Pada tahun 2016 bilangan orang miskin meningkat kepada 385.84 ribu orang. Pada tahun 2016 Garis Kemiskinan di DKI Jakarta berjumlah Rp 510,359 per kapita sebulan. Ini adalah peningkatan dari tahun lepas di mana Garis Kemiskinan adalah 503,040 per kapita sebulan pada tahun 2015.

Cadangan Penyelesaian

1.   Keperluan untuk mengkaji lebih lanjut mengenai masalah penduduk dari pelbagai aspek, kedua-dua tahap pencapaian pendidikan dengan penyerapan angka pekerjaan untuk menggalakkan dasar pembangunan yang berorientasikan ke arah meningkatkan kualiti hidup dan kebajikan penduduk.

2.   Keperluan untuk mendorong kerajaan ke arah dasar penduduk adalah berkaitan dengan pembandaran tinggi yang menduduki ibu kota dengan mengetatkan permit kediaman untuk pemilikan rumah kediaman, flat atau pangsapuri untuk pendatang sebagai salah satu sumber lonjakan kepadatan penduduk dan masalah penyelesaian. Memandangkan masih ramai orang Jakarta yang tidak mempunyai tempat tinggal yang baik kerana mereka dipindahkan oleh penduduk pemadatan

3.   Kepentingan memperluaskan pekerjaan yang menampung graduan pendidikan sekolah menengah dan meningkatkan Gaji Minimum yang layak sesuai dengan angka produktiviti dan pertumbuhan ekonomi Jakarta. Peningkatan UMP untuk pekerja adalah untuk menggalakkan kuasa beli rakyat sebagai langkah memenuhi keperluan kehidupan yang baik. Gaji murah di DKI menjadi "bencana kemiskinan" bagi pekerja dan termasuk dasar freelancing / penyumberan luar / outsourching yang tidak memberikan jaminan untuk masa depan kehidupan pekerja / pekerja dalam mendapatkan perlindungan sosial.

 

BIBLIOGRAFI

Chabib Soleh. 2014. Dialektik Pembangunan Dengan Pemerkasaan. Bandung: Penerbit FOKUSMEDIA.

Dias Pudyastuti & Ismail Arianto. 2010. Pendidikan Penduduk dan Alam Sekitar. Jakarta: Penerbit Akhbar Makmal Sosio-Politik Program Kajian PPKN FIS UNJ

Eko Siswono. 2015. Demografi. Jakarta: Penerbit Ombak.

Prijono Tjiptoherijanto dan Laila Nagib (Ed.). 2008. Pembangunan Sumber Manusia: antara Peluang & Cabaran. Jakarta: LIPI Press.

R.H. Pardjoko. 1981. Dasar Penduduk Negara, Langkah-langkah Penggubalannya. Jakarta: Biro Penyelaras bagi Pelaksanaan Program BKKBN.

Soekardjo Hardjosoewirjo. 2008. Ke arah Jakarta 2020. Jakarta: Penerbit RMBOOKS.

Sudjarwo S. 2004. Buku Penduduk Pintar. Jakarta: PT Grasindo.

Task individu

Nama : Rahmi No matriks : D20212101343 Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Maaf dr saya terlambat nak hantar tugas ni karena awa...